Sabtu, 26 Januari 2013

KOPERASI SYARIAH


Seiring dengan perkembangan lembaga-lembaga keuangan syariah, terutama perbankan syariah di Tanah Air, koperasi yang dikelola secara syariah juga mulai bermunculan di berbagai daerah. Di antara lembaga-lembaga keuangan syariah yang mengalami perkembangan cukup pesat adalah perbankan syariah, yang tumbuh sekitar 40 persen per tahun dengan total aset yang sudah mencapai sekitar Rp 140 triliun atau sekitar empat persen dari total aset perbankan nasional.
Perkembangan perbankan syariah yang pesat tersebut tentunya juga akan berdampak pada perkembangan lembaga-lembaga keuangan lainnya seperti koperasi syariah. Apalagi, perbankan syariah kini didukung dengan gairah keagamaan di Indonesia yang mengalami tren kenaikan sehingga berdampak pada melonjaknya demand terhadap produk dan layanan yang bernuansa syariah.
Apalagi saat ini, sistem kapitalisme yang menjadi kebanggaan sistem ekonomi global tengah terseok-seok lantaran virus krisis-keuangan dan ekonomi yang secara terus-menerus menggerogotinya. Akibatnya, kapitalisme dan liberalisme sebagai mainstream sistem ekonomi global mulai hilang kredibilitasnya. Sementara, perekonomian yang dibangun di atas fondasi kebersamaan dan kerakyatan, seperti koperasi dan UMKM, justru tampil gagah dan kuat dalam menghadapi krisis ekonomi global.
Secara teologis, keberadaan koperasi syariah didasarkan pada surah al-Maidah Ayat 2, yang menganjurkan untuk saling tolong-menolong dalam kebaikan dan melarang sebaliknya. Koperasi syariah mengandung dua unsur di dalamnya, yakni ta aurun (tolong-menolong) dan syirkah (kerja sama). Dengan demikian, koperasi syariah biasa disebut syirkatu at-tauniyyah, yaitu suatu bentuk kerja sama tolong-menolong antarsesama anggota untuk meningkatkan kesejahteraan bersama.
Dari segi legalitas, koperasi syariah belum tercantum dalam UU No 25/1992 tentang Perkoperasian. Untuk sementara, keberadaan koperasi syariah saat ini didasarkan pada Keputusan Menteri (Kepmen) Koperasi dan UKM Republik Indonesia No 91/Kep/M.KUKM/IX/2004 tanggal 10 September 2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Usaha Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS). Kemudian, selanjutnya diterbitkan instrumen pedoman standar operasional manajemen KJKS/UJKS Koperasi, pedoman penilaian kesehatan KJKS/UJKS koperasi, dan pedoman pengawasan KJKS/ UJKS koperasi.
Koperasi Jasa Keuangan Syariah atau biasa disebut KJKS adalah koperasi yang bergerak di bidang pembiayaan, investasi, dan simpanan dengan pola syariah. Sementara, Unit Jasa Keuangan Syariah (UJKS) Koperasi adalah unit usaha dalam koperasi yang kegiatannya bergerak di bidang pembiayaan, investasi, dan simpanan dengan pola syariah. UJKS koperasi biasa juga dianggap sebagai koperasi , konvensional yang menawarkan produk dan layanan dengan pola syariah.
Seiring dengan bermunculannya koperasi syariah, tentunya diharapkan ada payung hukum yang menaunginya berupa UU koperasi syariah tersendiri, seperti pada UU Perbankan Syariah. Kalaupun belum bisa dengan UU tersendiri, setidaknya dilakukan revisi terhadap UU Perkoperasian yang ada dengan mengakomodasi keberadaan koperasi syariah. Kehadiran UU ini secara otomatis akan mempercepat pertumbuhan koperasi syariah sebagaimana yang telah terjadi pada perbankan syariah.
Beberapa koperasi syariah yang tergabung dalam KJKS/UJKS yang ada saat ini adalah hasil konversi dari Baitul Mal dan wa Tamwil (BMT) yang juga saat ini belum memiliki payung hukum. Adapun jumlah KJKS/UJKS koperasi per April 2012 adalah sekitar 4.117 unit dengan jumlah anggota sekitar 762 ribu anggota dan total asetnya mencapai Rp 5 triliun-Rp 8 triliun. Jumlah ini akan semakin bertambah pada masa mendatang seiring dengan perkembangan industri keuangan yang berbasis syariah akhir-akhir ini.
Strategi yang bisa dilakukan untuk mempercepat perkembangan koperasi syariah ataupun lembaga mikro syariah lainnya adalah melalui program linkage program dengan lembaga perbankan syariah.Bank-bank syariah bisa menyalurkan pembiayaan mikronya lewat KJKS ataupun BMT yang jaringannya tersebar di seluruh Indonesia. Hal ini akan menghindarkan terjadinya perebutan pasar antara perbankan dan lembaga keuangan mikro syariah yang selama ini sudah menggarap sektor mikro dan menengah.
Program sinergi lembaga keuangan syariah ini akan mengoneksikan jaringan bank dan lembaga keuangan mikro sehingga akan mendorong terjadinya transfer manajemen dan teknologi di antara lembaga keuangan syariah. Misalnya, jaringan BMT yang ada saat ini hampir mencapai 5 000-an unit dengan jumlah cabang 22 ribu. Jika saja setiap desa yang kini berjumlah 78.124 memiliki BMT, ini akan mempermudah perbankan melalu BMT mengakses desa-desa yang ada.
Koperasi syariah dan lembaga mikro keuangan syariah lainnya dapat pula menggunakan jaringan masjid yang berjumlah 800 ribu. Ini akan menjadi jaringan yang besar dalam mengakses permodalan dan pembiayaan.
Pemberdayaan umat melalui maksimalisasi peran koperasi dan lembaga keuangan syariah berdampak pada peningkatan jumlah wirausaha-wirausaha baru yang berasal dari pelosok desa di negeri ini. Jumlah pengusaha dari total penduduk Indonesia sudah di kisaran 1,5 persen, tumbuh pesat yang sebelumnya hanya sekitar 0,24 persen. Ini tidak terlepas dari kontribusi sektor koperasi dan UMKM. Sudah saatnya perekonomian negeri ini dibangun berdasarkan semangat kerakyatan, seperti koperasi yang memiliki imunitas kuat terhadap guncangan krisis keuangan dan ekonomi.


sumber : http://www.depkop.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=948:denyut-koperasi-syariah&catid=54:bind-berita-kementerian&Itemid=98

SEJARAH KOPERASI DI INDONESIA


Sejarah singkat gerakan koperasi bermula pada abad ke-20 yang pada umumnya merupakan hasil dari usaha yang tidak spontan dan tidak dilakukan oleh orang-orang yang sangat kaya.Koperasi tumbuh dari kalangan rakyat, ketika penderitaan dalam lapangan ekonomi dan sosial yang ditimbulkan oleh sistem kapitalisme semakin memuncak. Beberapa orang yang penghidupannya sederhana dengan kemampuan ekonomi terbatas, terdorong oleh penderitaan dan beban ekonomi yang sama, secara spontan mempersatukan diri untuk menolong dirinya sendiri dan manusia sesamanya.
Pada tahun 1896 seorang Pamong Praja Patih R.Aria Wiria Atmaja di Purwokerto mendirikan sebuah Bank untuk para pegawai negeri (priyayi).Ia terdorong oleh keinginannya untuk menolong para pegawai yang makin menderita karena terjerat oleh lintah darat yang memberikan pinjaman dengan bunga yang tinggi.Maksud Patih tersebut untuk mendirikan koperasi kredit model seperti di Jerman. Cita-cita semangat tersebut selanjutnya diteruskan oleh De Wolffvan Westerrode, seorang asisten residen Belanda. De Wolffvan Westerrode sewaktu cuti berhasil mengunjungi Jerman dan menganjurkan akan mengubah Bank Pertolongan Tabungan yang sudah ada menjadi Bank Pertolongan, Tabungan dan Pertanian.Selain pegawai negeri juga para petani perlu dibantu karena mereka makin menderita karena tekanan para pengijon.Ia juga menganjurkan mengubah Bank tersebut menjadi koperasi. Di samping itu ia pun mendirikan lumbung-lumbung desa yang menganjurkan para petani menyimpan pada pada musim panen dan memberikan pertolongan pinjaman padi pada musim paceklik. Ia pun berusaha menjadikan lumbung-lumbung itu menjadi Koperasi Kredit Padi. Tetapi Pemerintah Belanda pada waktu itu berpendirian lain. Bank Pertolongan, Tabungan dan Pertanian dan Lumbung Desa tidak dijadikan Koperasi tetapi Pemerintah Belanda membentuk lumbung-lumbung desa baru, bank –bank Desa , rumah gadai dan Centrale Kas yang kemudian menjadi Bank Rakyat Indonesia (BRI). Semua itu adalah badan usaha Pemerntah dan dipimpin oleh orang-orang Pemerintah.
Pada zaman Belanda pembentuk koperasi belum dapat terlaksana karena:
1. Belum ada instansi pemerintah ataupun badan non pemerintah yang memberikan penerangan dan penyuluhan tentang koperasi.
2. Belum ada Undang-Undang yang mengatur kehidupan koperasi.
3. Pemerintah jajahan sendiri masih ragu-ragu menganjurkan koperasi karena pertimbangan politik, khawatir koperasi itu akan digunakan oleh kaum politik untuk tujuan yang membahayakan pemerintah jajahan itu.
Pada tahun 1908, Budi Utomo yang didirikan oleh Dr. Sutomo memberikan peranan bagi gerakan koperasi untuk memperbaiki kehidupan rakyat. Pada tahun 1915 dibuat peraturan Verordening op de Cooperatieve Vereeniging, dan pada tahun 1927 Regeling Inlandschhe Cooperatieve.
Pada tahun 1927 dibentuk Serikat Dagang Islam, yang bertujuan untuk memperjuangkan kedudukan ekonomi pengusah-pengusaha pribumi. Kemudian pada tahun 1929, berdiri Partai Nasional Indonesia yang memperjuangkan penyebarluasan semangat koperasi.

Namun, pada tahun 1933 keluar UU yang mirip UU no. 431 sehingga mematikan usaha koperasi untuk yang kedua kalinya. Pada tahun 1942 Jepang menduduki Indonesia. Jepang lalu mendirikan koperasi kumiyai.Awalnya koperasi ini berjalan mulus.Namun fungsinya berubah drastis dan menjadi alat Jepang untuk mengeruk keuntungan, dan menyengsarakan rakyat Indonesia.
Setelah Indonesia merdeka, pada tanggal 12 Juli 1947, pergerakan koperasi di Indonesia mengadakan Kongres Koperasi yang pertama di Tasikmalaya.[9] Hari ini kemudian ditetapkan sebagai Hari Koperasi Indonesia.[9]

KOPERASI DI INDONESIA


Koperasi di Indonesia, menurut UU tahun 1992, didefinisikan sebagai badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip-prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan.Di Indonesia, prinsip koperasi telah dicantumkan dalam UU No. 12 Tahun 1967 dan UU No. 25 Tahun 1992.
Prinsip koperasi di Indonesia kurang lebih sama dengan prinsip yang diakui dunia internasional dengan adanya sedikit perbedaan, yaitu adanya penjelasan mengenai SHU (Sisa Hasil Usaha)

Jumat, 11 Januari 2013

Pembangunan Koperasi di Negara Berkembang (di Indonesia)




Kendala yang dihadapi masyarakat :
1.   Perbedaan pendapat masayarakat mengenai Koperasi
2.   Cara mengatasi perbedaan pendapat tersebut dengan menciptakan 3 kondisi yaitu :
a. Koqnisi
b. Apeksi
c. Psikomotor

3. Masa Implementasi UU No.12 Tahun 1967
Tahapan membangun Koperasi :
a. Ofisialisasi
b. De-ofisialisasi
c. Otonomisasi
4. Misi UU No.25 Tahun 1992 merupakan gerakan ekonomi rakyat dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil, makmur berlandaskan Pancasila dan UUD1945.

Tahapan Pembangunan Koperasi di Negara Berkembang menurut A. Hanel, 1989
Tahap I : Pemerintah mendukung perintisan pembentukan organisasi koperasi.
Tahap II : Melepaskan ketergantungan kepada sponsor dan pengawasan teknis, manajemen dan keuangan secara langsung dari pemerintah dan atau organisasi yang dikendalikan oleh pemerintah.
Tahap III : Perkembangan koperasi sebagai organisasi koperasi yang mandiri.

PERANAN KOPERASI

Peranan Koperasi dalam Persaingan Sempurna (perfect competitive market)
Ciri-ciri pasar persaingan sempurna :
- Adanya penjual dan pembeli yang sangat banyak
- Produk yang dijual perusahaan adalah sejenis (homogen)
- Perusahaan bebas untuk mesuk dan keluar
- Para pembeli dan penjual memiliki informasi yang sempurna

Koperasi dalam Pasar Monopolistik
Ciri-cirinya :
  • Banyak pejual atau pengusaha dari suatu produk yang beragam
  • Produk yang dihasilkan tidak homogen
  • Ada produk substitusinya
  • Keluar atau masuk ke industri relatif mudah
  • Harga produk tidak sama disemua pasar, tetapi berbeda-beda sesuai dengan keinginan penjualnya

Koperasi dalam pasar monopsoni
        Disini ada penjual banyak tetapi hanya ada satu pembeli

Koperasi dalam Pasar Oligopoli
·       Oligopoli adalah struktur pasar dimana hanya ada
              beberapa perusahaan(penjual) yang menguasai pasar
·       Dua strategi dasar untuk Koperasi dalam pasar oligopoli yaitu strategi harga dan nonharga