Rabu, 14 Januari 2015

Kesiapan diri anda Menghadapi MEA 2015 (Job Seeker atau Job Creator)




ASEAN economic community (AEC) tahun 2015 merupakan suatu program bagi negara- negara ASEAN untuk lebih meningkatkan kualitas ekonomi khususnya perdagangan agar menjadi sebuah akses yang lebih mudah seperti menerapkan penghapusan bea masuk  ( Free Trade Area) untuk mewujudkan sebuah single market (Rimah:2013). 
Kawasan AEC diarahkan menjadi suatu kawasan yang kompetitif secara ekonomi dengan tingkat kemajuan yang merata serta terintegrasi penuh ke sistim ekonomi global. Dalam artian perdagangan ini berarti semua barang dapat diperdagangkan dari satu negara ke negara lain di kawasan ASEAN tanpa tariff bea sama sekali. Setiap pengusaha dapat menanamkan modalnya dimana saja dan bahkan menjadi penguasa mayoritas saham di perusahaan manapun di kawasan tersebut (Lolok:2012).
Konsep utama dari ASEAN Economic Community adalah menciptakan ASEAN sebagai sebuah pasar tunggal dan kesatuan basis produksi dimana terjadi free flow atas barang, jasa, faktor produksi, investasi dan modal serta penghapusan tarif bagi perdagangan antar negara ASEAN yang kemudian diharapkan dapat mengurangi kemiskinan dan kesenjangan ekonomi diantara negara-negara anggotanya melalui sejumlah kerjasama yang saling menguntungkan. Kehadiran ASEAN Economic Community bisa membantu ketidakberdayaan negara-negara ASEAN dalam persaingan global ekonomi dunia yaitu dengan membentuk pasar tunggal yang berbasis di kawasan Asia Tenggara. Liberalisasi di bidang jasa yang menyangkut sumber daya manusia mungkin akan tampak terlihat jelas karena menyangkut tentang penempatan tenaga terampil dan tenaga tidak terampil dalam mendukung perekonomian negara. Namun, yang paling banyak berpengaruh dan sangat ditekan dalam ASEAN Economic Community adalah tenaga kerja terampil (Diah:2013).
Sebagai mahasiswa tingkat akhir ini merupakan tantangan, bagaimana tidak dibuka nya MEA sekaligus awal dari karir kita. Setelah lulus kuliah kita harus dihadapkan pada kesiapan diri kita menghadapi persaingan di pasar global, mungkin banyak lulusan luar negri dari negara-negara asean yang mengincar Indonesia untuk bekerja di Indonesia hal ini pasti akan terjadi karena Indonesia adalah negara berkembang yang kaya akan kekayaan alamnya.
Untuk itu sebagai lulusan dalam negeri kita jangan mau kalah bersaing dengan para sarjana yang dari luar negeri. Begitu kita lulus kita hanya mempunya dua pilihan untuk meraih kesuksesan nanti yaitu dengan membuka usaha (Job creator) atau menjadi pekerja (Job Seeker). Kedua pilihan tersebut merupakan kesiapan diri kita bagaimana mempersiapkan diri ketika pelaksanaan MEA dibuka.
Untuk kesiapan diri saya menghadapi MEA, saya akan mengawali dengan menjadi Job Seeker terlebih dahulu karena saya ingin mencapai tujuan saya terlebih dahulu menjadi seorang akuntan. Kemudian setelah saya cukup banyak memperoleh pengalaman dan modal yang cukup dari bekerja saya akan memulai langkah kedua yaitu membuka usaha. Membuka Usaha merupakan suatu alasan untuk mendapat penghasilan yang lebih namun selain itu saya juga ingin turut serta  untuk membantu perekonomian negara, karena dengan saya mebuka usaha maka saya akan menyerap atau membutuhkan banyak tenaga kerja sehingga mengurangi pengangguran yang ada di Indonesia.
Untuk menjadi seorang akuntan mungkin tidak mudah banyak proses yang harus dijalani dengan syarat-syarat tertentu dan ditambah lagi dengan persaiangan MEA tahun ini. Seperti yang saya jelaskan diatas, tahun ini merupakan tantangan bagi kita lulusan dalam negeri untuk memperoleh pekerjaan. Kesiapan diri yang harus dilakukan agar siap bersaing dengan lulusan luar negeri adalah dengan meningkat kemampuan dan pengalaman kita dalam bekerja, bukan tidak mungkin kita dapat mengalahkan para pekerja dari luar. Selain itu kita juga harus mempunyai semangat yang tinggi dan tidak mudah menyerah dan yakin bahwa kita mampu bersaing dengan pekerja luar akan bermunculan.
Selain itu kesiapan diri kita dalam membuka usaha (job creator) juga harus perlu kita perhatikan. Menjadi job creator maka saya harus siap dengan resiko - resiko yang akan terjadi nantinya tetapi dengan masyarakat ekonomi ASEAN mungkin sedikit resiko yang didapat sebagai job creator karena sebagai job seeker pun harus mempunyai kemampuan dalam bersaing dengan Masyarakat Ekonomi ASEAN. Tetapi dengan adanya perdagangan bebas dalam MEA maka sebagai job creator juga harus mawas diri dengan para pesaing yang memilik usaha yang sama dari negara bagian ASEAN. Oleh sebab itu kita harus berani mengambil sebuah keputusan dimana mungkin saja hal-hal buruk akan terjadi. Jika kita berani mengambil resiko maka kedepan nya akan semakin baik. resiko itu mungkin saja ada apalagi jika kita mengalami kegagalan. Namun jika kita banyak mengambil pengalaman dari kegagalan dan berani memulai kembali. Bukan tidak mungkin kita akan berhasil. Semua kembali kepada niat kita.
Jika kita menjadi pengusaha yang sukses bukankah kita akan bangga dapat membuka banyak lapangan pekerjaan untuk para pencari kerja dalam negeri. Seberat apapun persaingan MEA nanti teruslah berusaha dan semangat. Menjadi apa kita selanjutnya Job creator Atau Job Seeker hanya diri kita yang tau jalan menuju kesuksesan tersebut hanya saja bagaimana anda  membawa kesiapan diri anda dapat bersaing di dunia kerja.
Jadi menurut saya antara job seeker dan job creator itu memiliki kelebihan dan kekurangan masing - masing tergantung pemikiran individunya saja. Tetapi menurut saya lebih baik apabila menjadi job creator karena dapat memberikan pekerjaan kepada orang yang membutuhkan pekerjaan.

JOB CREATOR vs JOB SEEKER




Tanpa disadari, dalam diri setiap manusia memiliki jiwa kewirausahaan. Kewirausahaan merupakan proses mengidentifikasi, mengembangkan, dan membawa visi ke dalam kehidupan. Visi tersebut bisa berupa ide inovatif, peluang, cara yang lebih baik dalam menjalankan sesuatu. Hasil akhir dari proses tersebut adalah penciptaan usaha baru yang dibentuk pada kondisi risiko atau ketidakpastian.
Namun, tidak semua manusia dapat mengembangkan jiwa tersebut dengan baik. Tidak jarang orang yang berpikir untuk berkerja di perusahaan yang telah ada. Dengan kata lain, menjadi pegawai atau karyawan pada suatu perusahaan.
Dalam beberapa tahun terakhir ini fenomena yang mengemuka adalah banyaknya lulusan perguruan tinggi yang lebih memilih menjadi pegawai negeri/karyawan swasta (employee) ketimbang membuka lapangan kerja. Sikap mandiri atau berusaha menciptakan pekerjaan dengan tidak menggantungkan harapan untuk bekerja kantoran, atau menjadi Pegawai/karyawan (employee), tampaknya belum akrab dalam benak sebagian besar para calon sarjana. Asumsi yang dibangun adalah bahwa ketika lulus kuliah, kemudian mendapat pekerjaan kantoran, atau menjadi Pegawai/karyawan (employee), akan menjamin masa depan mereka kelak. Padahal kesempatan kerja pada organisasi pemerintahan hanya dibuka setiap tahun, belum lagi sekarang ini telah dihambat dengan adanya moratorium Pegawai Negeri Sipil (Pemberhentian Sementara penerimaan PNS) makin menambah daftar penjang pencari kerja di Indonesia. Bagi mereka yang berminat menjadi PNS dengan tujuan untuk mengisi lowongan mereka yang telah pensiun, meninggal dunia atau keluar dari pekerjaannya nampaknya harus mengurungkan niat mereka untuk beberapa saat.
Jumlah lowongan yang tersedia sangat sedikit jika dibandingkan dengan jumlah yang melamar. Hal ini mendorong adanya persaingan yang sangat ketat diantara para peserta yang mengikuti testing. Semuanya berlomba menjadi yang terbaik agar direkrut. Bagi mereka yang tidak lulus testing akan menambah deretan jumlah angkatan kerja yang semakin bertambah dan bertambah. Pilihan yang diambil tidaklah keliru, tetapi juga tidak sepenuhnya benar. Coba kita tanya kepada para mahasiswa, para calon sarjana tentang rencana mereka setelah lulus kuliah nanti. Akan muncul berbagai jawaban praktis-pragmatis yaitu “mencari kerja”., jika kita cermati lebih jauh hal ini menyiratkan sebuah ketidakpastian. Apakah kita lantas membiarkan mereka terus berusaha mencari pekerjaan, karena, mencari adalah sama dengan belum menemukan sesuatu. Proses mencari tentu memakan waktu yang tidak menentu.
Fakta menunjukkan pilihan yang diambil oleh sebagian besar lulusan kita saat ini lebih banyak menciptakan pengangguran dibandingkan meningkatkan jumlah lapangan kerja. Sebagai akibat dari belum pulihnya iklim investasi, terbatas peluang kerja, dan bertambahnya angkatan kerja baru dari pendidikan diploma dan sarjana sebesar 1,5 juta jiwa hingga 2 juta jiwa per tahunnya maka tidak mengherankan jumlah pengangguran terus bertambah setiap tahunnya.
Sudah saatnya, kita perlu merevitalisasi mindset (pola pikir) seorang lulusan perguruan tinggi dari seorang pencari kerja menjadi seorang pencipta kerja, semangat kewirausahaan harus ditanamkan dalam diri generasi bangsa kita sejak dini. Sikap keragu-raguan, untuk berpindah dari kuadran “employee” ke kuadran “pengusaha/pemilik usaha” harus dihilangkan. Kendati untuk memulai suatu usaha membutuhkan setidaknya keberanian untuk mengexplorasi ide bisnis dan menjadikannya bernilai. Pola pikir yang kita anut selama ini harus diperbaiki secara tepat antara lain :
1) Tidak mempunyai keyakinan, gantikan dengan sebuah keyakinan yang kokoh untuk menjadi yang terbaik
 2) Tidak mempunyai tujuan hidup yang jelas, gantikan dengan menetapkan tujuan hidup yang jelas dan mantap
 3) Tidak mempunyai strategi yang ampuh mengatasi kesulitan hidup, gantikan dengan belajar dari orang lain dan berpikirlah secara komprehensif untuk mengatasi setiap persoalan yang dihadapi
4) Tidak mempunyai rencana yang realistik, gantikan dengan tetapkan rencana yang masuk akal untuk dapat dicapai dalam kurun waktu tertentu dengan cara yang elegan.
Wirausaha dan Kewirausahaan Dalam pandangan penulis, wirausaha adalah seseorang yang mengkombinasikan sumber daya, tenaga kerja, material dan aset-aset lain sehingga nilainya menjadi lebih tinggi dari sebelumnya. Berwirausaha artinya menciptakan sesuatu yang tidak ada menjadi ada dan bermakna bagi manusia melalui tindakan kreatif dan inovatif. Wirausahawan cenderung menggunakan energinya untuk melakukan dan membangun suatu kegiatan. Seorang wirausahawan yang tahu bagaimana menemukan sesuatu, merangkai, dan mengendalikan sumber-sumber (yang kadang-kadang dimiliki oleh orang lain) untuk mewujudkan tujuannya.
Peter F. Drucker, berpendapat bahwa Kewirausahaan merupakan kemampuan dalam menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda. Pengertian ini mengandung maksud bahwa seorang wirausahan adalah orang yang memiliki kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru, berbeda dari yang lain. Atau mampu menciptakan sesuatu yang berbeda dengan yang sudah ada sebelumnya. Zimmerer dan Scarborough, berpendapat kewirausahaan sebagai suatu proses penerapan kreativitas dan inovasi dalam memecahkan persoalan dan menemukan peluang untuk memperbaiki kehidupan (usaha). Salah satu kesimpulan yang bisa ditarik dari berbagai pengertian tersebut adalah bahwa 1. Seorang wirausahawan selalu diharuskan menghadapi resiko atau peluang yang muncul, serta sering dikaitkan dengan tindakan yang kreatif dan innovatif. Wirausahawan adalah orang yang merubah nilai sumber daya, tenaga kerja, bahan dan faktor produksi lainnya menjadi lebih besar daripada sebelumnya dan juga orang yang melakukan perubahan, inovasi dan cara-cara baru. Selain itu, seorang wirausahawan menjalankan peranan manajerial dalam kegiatannya, tetapi manajemen rutin pada operasi yang sedang berjalan tidak digolongkan sebagai kewirausahaan. Seorang individu mungkin menunjukkan fungsi. 2. Kewirausahaan dipandang sebagai fungsi yang mencakup eksploitasi peluangpeluang yang muncul di pasar. Eksploitasi tersebut sebagian besar berhubungan dengan pengarahan dan atau kombinasi input yang produktif. kewirausahaan ketika membentuk sebuah organisasi, tetapi selanjutnya menjalankan fungsi manajerial tanpa menjalankan fungsi kewirausahaannya. Jadi kewirausahaan bias bersifat sementara atau kondisional.
Kewirausahaan adalah proses penciptaan sesuatu yang berbeda nilainya dengan menggunakan usaha dan waktu yang diperlukan, memikul resiko finansial, psikologi dan sosial yang menyertainya, serta menerima balas jasa moneter dan kepuasan pribadi. Lulusan Perguruan Tinggi dan Pilihan menjadi Wirausahawan Keengganan lulusan perguruan tinggi memilih menjadi wirausahawan salah satunya karena terjebak dalam mitos yang terbentuk dan berkembang dalam masyarakat kita bahwa diperlukan modal yang besar untuk memulai suatu usaha, padahal tidak demikian adanya. Memang benar bahwa semua usaha membutuhkan modal untuk bisa berjalan; juga benar bahwa banyak bisnis jatuh karena tidak didukung keuangan yang memadai. Namun ketidakmampuan manajemen, lemahnya pemahaman terhadap persoalan keuangan; investasi yang buruk dan perencanaan yang jelek adalah sejumlah variabel yang menentukan jatuh bangunnya sebuah usaha.Banyak wirausahawan sukses berhasil mengatasi persoalan kekurangan uang dalam menjalankan usahanya dengan cara yang elegan. Bahkan ada wirausahawan yang sanggup memulai usaha dengan kemungkinan berhasil 98% (Tung Desem Waringin, 2005).
Strategi Perubahan Mindset dari Job Seeker menjadi Job creator, antara lain :
1. Keluarga Membangun Kultur berwirausaha Kultur (budaya) berwirausaha suatu keluarga atau suku atau golongan bahkan bangsa sangat berpengaruh terhadap kemunculan wirausaha-wirausaha baru yang tangguh. Kultur berwirausaha tidak dapat ditanamkan dalam sekejap. Memerlukan waktu cukup banyak untuk membangun kultur kewirausahaan Setiap keluarga harus menanamkan jiwa wirausaha sejak dini dalam diri anak-anak mereka. Kultur beberapa suku di Indonesia memang mengagungkan profesi wirausaha sehingga banyak wirausaha tangguh yang berasal dari suku tersebut. Namun secara umum kultur masyarakat Indonesia masih mengagungkan profesi yang relatif “tanpa resiko” misalnya menjadi pegawai negeri, bekerja di perusahaan besar. Pilihan lebih banyak berada para kuadran kanan (Employee. Lihat. Robert Kiyosaki)
2. Penciptaan Iklim Usaha Era krisis moneter yang melanda Indonesia awal tahun 1997 menyebabkan banyak industri besar tumbang, usaha skala kecil sulit tumbuh. Hal ini membuat pemerintah Indonesia kebingungan mengatasinya dikarenakan berkaitan dengan timpangnya struktur usaha (industri) yang terlalu memihak pada industri besar. Peran pemerintah ini juga bukan pada pemberian modal, tetapi lebih pada membina kemampuan industri kecil dan membuat suatu kondisi yang mendorong kemampuan industri kecil dalam mengakses modal, (Pardede, 2000). Atau dengan kata lain, pemerintah harus membina kemampuan industri kecil dalam menghitung modal optimum yang diperlukan, kemampuan menyusun suatu proposal pendanaan ke lembaga-lembaga pemberi modal, serta mengeluarkan kebijakan atau peraturan yang lebih memihak industri kecil dalam pemberian kredit.
3. Pembenahan Dunia Pendidikan Pola pikir para sarjana yang umumnya masih berorientasi untuk menjadi karyawan harus diubah. Oleh Karena itu peran lembaga pendidikan sebagai pusat inkubasi pembentukan manusia Indonesia seutuhnya, perlu di tata kembali. Struktur kurikulum kita yang cenderung menghasil lulusan yang ‘siap pakai’ bukan lulusan yang ‘siap menghasilkan’.
4. Optimalisasi Balai Pelatihan Kewirusahaan Mengoptimalkan balai latihan kerja (BLK). Dengan pengoptimalan BLK maka, kekurangan daya serap perguruan tinggi bisa diantisipasi. Disebutkannya, saat ini BLK belum begitu termanfaatkan untuk mengatasi pengangguran. Begitu pula dengan BLK-BLK, banyak yang belum berkembang dengan baik terutama dalam penyerapan para lulusan untuk masuk ke dunia kerja. "Saat ini, yang saya lihat belum ada perhatian pemerintah untuk pembenahan kearah itu,
 5. Peningkatan akses modal Pemerintah melalui lembaga perbankan dan keuangan diminta membuka akses modal bagi calon wirausaha, karena selama ini mereka masih kesulitan mendapatkannya untuk meningkatkan taraf hidup. 6. Pendampingan calon wirausaha Satu hal yang tidak kalah pentingnya adalah pendampingan yang dilakukan oleh lembaga swadaya masyarakat, perbankan, konsultan, dan stakeholder lainnya sehingga memberikan kemudahan serta pencerahan bagi para calon wirausaha. Seringkali lemahnya pendampingan mengakibatkan modal usaha yang telah dibagikan kepada calon wirausaha, tidak terpakai dengan baik. Para calon wirausaha lebih sering melakukan konsumsi terhadap modal yang diberikan. Akibatnya, modal mereka terpakai habis sedangkan usaha belum dapat berjalan dengan baik. Kesimpulan Membangun semangat kewirausahaan yang tangguh ditengah tengah masyarakat kita yang masih mengantungkan harapan yang tinggi pada pilihan menjadi karyawan seringkali mengalami benturan. Jika kita menginginkan system perekonomian yang kuat maka mau tidak mau kita harus berubah, dengan mengambil pilihan sebagai seorang wirausaha. Wirausaha menyumbang begitu banyak pemasukan bagi bangsa kita, disamping mengurangi pengangguran. Selamat berwirausaha.

Sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/Kewirausahaan
http://en.wikipedia.org/wiki/User:Ricky_Foeh/sandbox

Fraud (Kecurangan)



Dalam Wikipedia (en.wikipedia.org), memberikan definisi Fraud atau Kecurangan sebagai berikut :
Kecurangan merupakan penipuan yang dibuat untuk mendapatkan keuntungan pribadi atau untuk merugikan orang lain. Dalam hukum pidana, kecurangan adalah kejahatan atau pelanggaran yang dengan sengaja menipu orang lain dengan maksud untuk merugikan mereka, biasanya untuk memiliki sesuatu/harta benda atau jasa ataupun keuntungan dengan cara tidak adil/curang. Kecurangan dapat mahir melalui pemalsuan terhadap barang atau benda. Dalam hukum pidana secara umum disebut dengan “pencurian dengan penipuan”, “pencurian dengan tipu daya/muslihat”, “pencurian dengan penggelapan dan penipuan” atau hal serupa lainnya.
Timbulnya fraud pada umumnya merupakan gabungan antara motivasi dan kesempatan. Motivasi dapat muncul dari adanya dorongan kebutuhan dan kesempatan berasal dari lemahnya pengendalian intern dari lingkungan, yang memberikan kesempatan terjadinya fraud. Semakin besar dorongan kebutuhan ekonomi seseorang yang berada dalam lingkungan pengendalian yang lemah, maka semakin kuat motivasinya untuk melakukan fraud.
Salah satu contoh tindakan fraud yang terkenal di Indonesia yaitu korupsi. Praktik korupsi di Indonesia seperti sudah menggurita menjadi penyakit kronis bangsa. Hampir disemua lini pemerintahan terjadi prilaku korupsi, dan bahkan orang sudah menganggap korupsi sebagai hal yang wajar dan tanpa disadari telah menyebabkan keterpurukan bangsa yang membuat rakyat menjadi menderita. Namun tidak sedikit orang berpesta pora menikmati kekayaan, bergelimang harta diatas penderitaan orang lain. Tidak mudah untuk menghentikan praktik korupsi dan menangkap seorang koruptor, banyak yang disangka melakukan tindak pidana korupsi tetapi kemudian dibebaskan karena tidak cukup bukti begitu pula yang berdasarkan hasil audit seseorang dinyatakan melakukan korupsi namun tidak dikenakan sanksi bahkan malah dilindungi.
Korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politikus/politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka.
Korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintah|pemerintahan rentan korupsi dalam prakteknya. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai dengan korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung korupsi adalah kleptokrasi, yang arti harafiahnya pemerintahan oleh para pencuri, dimana pura-pura bertindak jujur pun tidak ada sama sekali.
Korupsi yang muncul di bidang politik dan birokrasi bisa berbentuk sepele atau berat, terorganisasi atau tidak. Walau korupsi sering memudahkan kegiatan kriminal seperti penjualan narkotika, pencucian uang, dan prostitusi, korupsi itu sendiri tidak terbatas dalam hal-hal ini saja. Untuk mempelajari masalah ini dan membuat solusinya, sangat penting untuk membedakan antara korupsi dan kriminalitas|kejahatan.
Tergantung dari negaranya atau wilayah hukumnya, ada perbedaan antara yang dianggap korupsi atau tidak. Sebagai contoh, pendanaan partai politik ada yang legal di satu tempat namun ada juga yang tidak legal di tempat lain
Perkembangan Korupsi di Indonsesia
Sejak berdirinya negeri ini, praktek korupsi tumbuh dan berkembang. Bahkan pula pada rezim orde baru, praktek korupsi merajalela dari Presiden hingga kepala desa. Tindakan korupsi merupakan fenomena kerakusan manusia. Hanya manusia yang rakus dan serakahlah yang melakukan korupsi sebab tindakan ini amat sangat merugikan bangsa dan negara. Fenomena kerakusan ini menggerogoti hampir seluruh elemen pemerintahan di negeri ini termasuk partai politik. Partai politik yang diagungkan oleh masyarakat sebagai kendaraan untuk menyalurkan aspirasi demi kesejahteraan rakyat ternyata justru memanfaatkan rakyat sendiri. Para politisi yang dipilih oleh rakyat agar dapat menyalurkan aspirasi ternyata mengkhianati rakyat dengan melakukan tindakan korupsi padahal uang yang mereka raup adalah untuk kesejahteraan rakyat. Sementara gaji yang diterima oleh para politisi baik yang duduk di DPR dan DPRD sangat tinggi belum pula tunjangan-tunjangan serta insentif lainnya.
            Para pejabat koruptor adalah orang kaya yang tidak pernah merasakan bagaimana perihnya perut karena lapar, mereka adalah orang-orang berpendidikan tinggi yang seharusnya malu untuk melakukan korupsi. Sejak berdirinya negeri ini, korupsi tetap ada dan belum lenyap. Sepanjang tahun 2012 hingga pertengahan April 2013 ada banyak kasus korupsi yang ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), namun pada tulisan ini, penulis tertarik untuk membahas kasus korupsi yang dilakukan oleh para politis atau pejabat yang duduk di tampuk pemerintahan negeri ini. Penulis tertarik untuk membahas tentang pemberantasan korupsi karena masalah korupsi selalu hangat dibicarakan dan selalu saja ada oknum pejabat yang tertangkap tangan melakukan tindakan ini. Hampir setiap hari terjadi kasus korupsi di negeri ini.
            Berdasarkan data dari Indonesia Corruption Watch (ICW) terdapat anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), serta menteri yang terjerat kasus korupsi sepanjang 2012. Tercatat sedikitnya ada 24 politisi yang terjerat kasus korupsi. Menurut peneliti Divisi Korupsi Politik ICW Apung Widadi, kader Partai Golkar paling banyak terjerat kasus korupsi (14 kader). Di posisi kedua, Partai Demokrat dengan 10 kader dan disusul PAN dengan PDIP dengan delapan kadernya.




Dampak Korupsi Bagi Masyarakat
a.      Kesejahteraan umum negara
Korupsi politis ada di banyak negara, dan memberikan ancaman besar bagi warga negaranya. Korupsi politis berarti kebijaksanaan pemerintah sering menguntungkan pemberi sogok, bukannya rakyat luas. Satu contoh lagi adalah bagaimana politikus membuat peraturan yang melindungi perusahaan besar, namun merugikan perusahaan-perusahaan kecil (SME). Politikus-politikus “pro-bisnis” ini hanya mengembalikan pertolongan kepada perusahaan besar yang memberikan sumbangan besar kepada kampanye pemilu mereka.
b.      Demokrasi
Korupsi menunjukan tantangan serius terhadap pembangunan. Di dalam dunia politik, korupsi mempersulit demokrasi dan tata pemerintahan yang baik (good governance) dengan cara menghancurkan proses formal. Korupsi di pemilihan umum dan di badan legislatif mengurangi akuntabilitas dan perwakilan di pembentukan kebijaksanaan; korupsi di sistem pengadilan menghentikan ketertiban hukum; dan korupsi di pemerintahan publik menghasilkan ketidak-seimbangan dalam pelayanan masyarakat. Secara umum, korupsi mengkikis kemampuan institusi dari pemerintah, karena pengabaian prosedur, penyedotan sumber daya, dan pejabat diangkat atau dinaikan jabatan bukan karena prestasi. Pada saat yang bersamaan, korupsi mempersulit legitimasi pemerintahan dan nilai demokrasi seperti kepercayaan dan toleransi.
c.          Menghambat investasi dan pertumbuhan ekonomi.
Menurut Chetwynd et al (2003), korupsi akan menghambat pertumbuhan investasi. Baik investasi domestik maupun asing. Mereka mencontohkan fakta business failure di Bulgaria yang mencapai angka 25 persen. Satu dari 4 perusahaan di negara tersebut mengalami kegagalan dalam melakukan ekspansi bisnis dan investasi setiap tahunnya akibat korupsi penguasa. Selanjutnya, terungkap pula dalam catatan Bank Dunia bahwa tidak kurang dari 5 persen GDP dunia setiap tahunnya hilang akibat korupsi. Sedangkan Uni Afrika menyatakan bahwa benua tersebut kehilangan 25 persen GDP-nya setiap tahun juga akibat korupsi.
d.      Korupsi melemahkan kapasitas dan kemampuan pemerintah dalam menjalankan program pembangunan.
Pada institusi pemerintahan yang memiliki angka korupsi rendah, layanan publik cenderung lebih baik dan lebih murah. Terkait dengan hal tersebut, Gupta, Davoodi, dan Tiongson (2000) menyimpulkan bahwa tingginya angka korupsi ternyata akan memperburuk layanan kesehatan dan pendidikan. Konsekuensinya, angka putus sekolah dan kematian bayi mengalami peningkatan.
e.       Korupsi berdampak pada penurunan kualitas moral dan akhlak.
Baik individual maupun masyarakat secara keseluruhan. Selain meningkatkan ketamakan dan kerakusan terhadap penguasaan aset dan kekayaan korupsi juga akan menyebabkan hilangnya sensitivitas dan kepedulian terhadap sesama.
Rasa saling percaya yang merupakan salah satu modal sosial yang utama akan hilang. Akibatnya, muncul fenomena distrust society, yaitu masyarakat yang kehilangan rasa percaya, baik antar sesama individu, maupun terhadap institusi negara. Perasaan aman akan berganti dengan perasaan tidak aman (insecurity feeling). Inilah yang dalam bahasa Al-Quran dikatakan sebagai libaasul khauf (pakaian ketakutan).
Fakta bahwa  negara    dengan tingkat korupsi yang tinggi memiliki tingkat   ketidakpercayaan dan kriminalitas yang tinggi pula.  Ada korelasi yang kuat di antara ketiganya.
f.       Ekonomi
Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dan mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan. Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dengan membuat distorsi dan ketidak efisienan yang tinggi. Dalam sektor privat, korupsi meningkatkan ongkos niaga karena kerugian dari pembayaran ilegal, ongkos manajemen dalam negosiasi dengan pejabat korup, dan risiko pembatalan perjanjian atau karena penyelidikan. Walaupun ada yang menyatakan bahwa korupsi mengurangi ongkos (niaga) dengan mempermudah birokrasi, konsensus yang baru muncul berkesimpulan bahwa ketersediaan sogokan menyebabkan pejabat untuk membuat aturan-aturan baru dan hambatan baru. Dimana korupsi menyebabkan inflasi ongkos niaga, korupsi juga mengacaukan “lapangan perniagaan”. Perusahaan yang memiliki koneksi dilindungi dari persaingan dan sebagai hasilnya mempertahankan perusahaan-perusahaan yang tidak efisien.
Korupsi menimbulkan distorsi (kekacauan) di dalam sektor publik dengan mengalihkan investasi publik ke proyek-proyek masyarakat yang mana sogokan dan upah tersedia lebih banyak. Pejabat mungkin menambah kompleksitas proyek masyarakat untuk menyembunyikan praktek korupsi, yang akhirnya menghasilkan lebih banyak kekacauan. Korupsi juga mengurangi pemenuhan syarat-syarat keamanan bangunan, lingkungan hidup, atau aturan-aturan lain. Korupsi juga mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan dan infrastruktur; dan menambahkan tekanan-tekanan terhadap anggaran pemerintah.
Para pakar ekonomi memberikan pendapat bahwa salah satu faktor keterbelakangan pembangunan ekonomi di Afrika dan Asia, terutama di Afrika, adalah korupsi yang berbentuk penagihan sewa yang menyebabkan perpindahan penanaman modal (capital investment) ke luar negeri, bukannya diinvestasikan ke dalam negeri (maka adanya ejekan yang sering benar bahwa ada diktator Afrika yang memiliki rekening bank di Swiss). Berbeda sekali dengan diktator Asia, seperti Soeharto yang sering mengambil satu potongan dari semuanya (meminta sogok), namun lebih memberikan kondisi untuk pembangunan, melalui investasi infrastruktur, ketertiban hukum, dan lain-lain. Pakar dari Universitas Massachussetts memperkirakan dari tahun 1970 sampai 1996, pelarian modal dari 30 negara sub-Sahara berjumlah US $187 triliun, melebihi dari jumlah utang luar negeri mereka sendiri. (Hasilnya, dalam artian pembangunan (atau kurangnya pembangunan) telah dibuatkan modelnya dalam satu teori oleh ekonomis Mancur Olson). Dalam kasus Afrika, salah satu faktornya adalah ketidak-stabilan politik, dan juga kenyataan bahwa pemerintahan baru sering menyegel aset-aset pemerintah lama yang sering didapat dari korupsi. Ini memberi dorongan bagi para pejabat untuk menumpuk kekayaan mereka di luar negeri, di luar jangkauan dari ekspropriasi di masa depan.

Sumber :
http://accounting-media.blogspot.com/2013/06/pengertian-fraud-kecurangan.html