Dalam Wikipedia
(en.wikipedia.org), memberikan definisi Fraud atau Kecurangan sebagai
berikut :
Kecurangan merupakan penipuan yang dibuat untuk mendapatkan keuntungan
pribadi atau untuk merugikan orang lain. Dalam hukum pidana, kecurangan adalah
kejahatan atau pelanggaran yang dengan sengaja menipu orang lain dengan maksud
untuk merugikan mereka, biasanya untuk memiliki sesuatu/harta benda atau jasa
ataupun keuntungan dengan cara tidak adil/curang. Kecurangan dapat mahir
melalui pemalsuan terhadap barang atau benda. Dalam hukum pidana secara umum
disebut dengan “pencurian dengan penipuan”, “pencurian dengan tipu
daya/muslihat”, “pencurian dengan penggelapan dan penipuan” atau hal serupa
lainnya.
Timbulnya fraud pada umumnya
merupakan gabungan antara motivasi dan kesempatan. Motivasi dapat muncul dari
adanya dorongan kebutuhan dan kesempatan berasal dari lemahnya pengendalian
intern dari lingkungan, yang memberikan kesempatan terjadinya fraud.
Semakin besar dorongan kebutuhan ekonomi seseorang yang berada dalam lingkungan
pengendalian yang lemah, maka semakin kuat motivasinya untuk melakukan fraud.
Salah satu contoh tindakan fraud yang
terkenal di Indonesia yaitu korupsi. Praktik korupsi di Indonesia seperti sudah
menggurita menjadi penyakit kronis bangsa. Hampir disemua lini pemerintahan
terjadi prilaku korupsi, dan bahkan orang sudah menganggap korupsi sebagai hal
yang wajar dan tanpa disadari telah menyebabkan keterpurukan bangsa yang
membuat rakyat menjadi menderita. Namun tidak sedikit orang berpesta pora
menikmati kekayaan, bergelimang harta diatas penderitaan orang lain. Tidak
mudah untuk menghentikan praktik korupsi dan menangkap seorang koruptor, banyak
yang disangka melakukan tindak pidana korupsi tetapi kemudian dibebaskan karena
tidak cukup bukti begitu pula yang berdasarkan hasil audit seseorang dinyatakan
melakukan korupsi namun tidak dikenakan sanksi bahkan malah dilindungi.
Korupsi
adalah perilaku pejabat publik, baik politikus/politisi maupun pegawai negeri,
yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka
yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan
kepada mereka.
Korupsi politis adalah
penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk
pemerintah|pemerintahan rentan korupsi dalam prakteknya. Beratnya korupsi
berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh dan
dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai dengan korupsi berat
yang diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung korupsi adalah kleptokrasi, yang
arti harafiahnya pemerintahan oleh para pencuri, dimana pura-pura bertindak
jujur pun tidak ada sama sekali.
Korupsi yang muncul di bidang
politik dan birokrasi bisa berbentuk sepele atau berat, terorganisasi atau
tidak. Walau korupsi sering memudahkan kegiatan kriminal seperti penjualan
narkotika, pencucian uang, dan prostitusi, korupsi itu sendiri tidak terbatas
dalam hal-hal ini saja. Untuk mempelajari masalah ini dan membuat solusinya,
sangat penting untuk membedakan antara korupsi dan kriminalitas|kejahatan.
Tergantung dari negaranya atau
wilayah hukumnya, ada perbedaan antara yang dianggap korupsi atau tidak.
Sebagai contoh, pendanaan partai politik ada yang legal di satu tempat namun
ada juga yang tidak legal di tempat lain
Perkembangan
Korupsi di Indonsesia
Sejak berdirinya negeri ini, praktek
korupsi tumbuh dan berkembang. Bahkan pula pada rezim orde baru, praktek
korupsi merajalela dari Presiden hingga kepala desa. Tindakan korupsi merupakan
fenomena kerakusan manusia. Hanya manusia yang rakus dan serakahlah yang
melakukan korupsi sebab tindakan ini amat sangat merugikan bangsa dan negara.
Fenomena kerakusan ini menggerogoti hampir seluruh elemen pemerintahan di
negeri ini termasuk partai politik. Partai politik yang diagungkan oleh masyarakat
sebagai kendaraan untuk menyalurkan aspirasi demi kesejahteraan rakyat ternyata
justru memanfaatkan rakyat sendiri. Para politisi yang dipilih oleh rakyat agar
dapat menyalurkan aspirasi ternyata mengkhianati rakyat dengan melakukan
tindakan korupsi padahal uang yang mereka raup adalah untuk kesejahteraan
rakyat. Sementara gaji yang diterima oleh para politisi baik yang duduk di DPR
dan DPRD sangat tinggi belum pula tunjangan-tunjangan serta insentif lainnya.
Para
pejabat koruptor adalah orang kaya yang tidak pernah merasakan bagaimana
perihnya perut karena lapar, mereka adalah orang-orang berpendidikan tinggi
yang seharusnya malu untuk melakukan korupsi. Sejak berdirinya negeri ini,
korupsi tetap ada dan belum lenyap. Sepanjang tahun 2012 hingga pertengahan
April 2013 ada banyak kasus korupsi yang ditangani oleh Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK), namun pada tulisan ini, penulis tertarik untuk membahas kasus
korupsi yang dilakukan oleh para politis atau pejabat yang duduk di tampuk
pemerintahan negeri ini. Penulis tertarik untuk membahas tentang pemberantasan
korupsi karena masalah korupsi selalu hangat dibicarakan dan selalu saja ada
oknum pejabat yang tertangkap tangan melakukan tindakan ini. Hampir setiap hari
terjadi kasus korupsi di negeri ini.
Berdasarkan
data dari Indonesia Corruption Watch
(ICW) terdapat anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD), serta menteri yang terjerat kasus korupsi sepanjang 2012.
Tercatat sedikitnya ada 24 politisi yang terjerat kasus korupsi. Menurut
peneliti Divisi Korupsi Politik ICW Apung Widadi, kader Partai Golkar paling
banyak terjerat kasus korupsi (14 kader). Di posisi kedua, Partai Demokrat
dengan 10 kader dan disusul PAN dengan PDIP dengan delapan kadernya.
Dampak Korupsi Bagi Masyarakat
a.
Kesejahteraan
umum negara
Korupsi politis ada di banyak
negara, dan memberikan ancaman besar bagi warga negaranya. Korupsi politis
berarti kebijaksanaan pemerintah sering menguntungkan pemberi sogok, bukannya
rakyat luas. Satu contoh lagi adalah bagaimana politikus membuat peraturan yang
melindungi perusahaan besar, namun merugikan perusahaan-perusahaan kecil (SME).
Politikus-politikus “pro-bisnis” ini hanya mengembalikan pertolongan kepada
perusahaan besar yang memberikan sumbangan besar kepada kampanye pemilu mereka.
b.
Demokrasi
Korupsi menunjukan tantangan serius
terhadap pembangunan. Di dalam dunia politik, korupsi mempersulit demokrasi dan
tata pemerintahan yang baik (good governance) dengan cara menghancurkan proses
formal. Korupsi di pemilihan umum dan di badan legislatif mengurangi
akuntabilitas dan perwakilan di pembentukan kebijaksanaan; korupsi di sistem
pengadilan menghentikan ketertiban hukum; dan korupsi di pemerintahan publik
menghasilkan ketidak-seimbangan dalam pelayanan masyarakat. Secara umum,
korupsi mengkikis kemampuan institusi dari pemerintah, karena pengabaian
prosedur, penyedotan sumber daya, dan pejabat diangkat atau dinaikan jabatan
bukan karena prestasi. Pada saat yang bersamaan, korupsi mempersulit legitimasi
pemerintahan dan nilai demokrasi seperti kepercayaan dan toleransi.
c.
Menghambat
investasi dan pertumbuhan ekonomi.
Menurut Chetwynd et al
(2003), korupsi akan menghambat pertumbuhan investasi. Baik investasi
domestik maupun asing. Mereka mencontohkan fakta business failure di Bulgaria
yang mencapai angka 25 persen. Satu dari 4 perusahaan di negara tersebut
mengalami kegagalan dalam melakukan ekspansi bisnis dan investasi setiap
tahunnya akibat korupsi penguasa. Selanjutnya, terungkap pula dalam catatan
Bank Dunia bahwa tidak kurang dari 5 persen GDP dunia setiap tahunnya hilang
akibat korupsi. Sedangkan Uni Afrika menyatakan bahwa benua tersebut kehilangan
25 persen GDP-nya setiap tahun juga akibat korupsi.
d.
Korupsi
melemahkan kapasitas dan kemampuan pemerintah dalam menjalankan program
pembangunan.
Pada institusi pemerintahan yang
memiliki angka korupsi rendah, layanan publik cenderung lebih baik dan lebih
murah. Terkait dengan hal tersebut, Gupta, Davoodi, dan Tiongson (2000)
menyimpulkan bahwa tingginya angka korupsi ternyata akan memperburuk layanan
kesehatan dan pendidikan. Konsekuensinya, angka putus sekolah dan kematian bayi
mengalami peningkatan.
e.
Korupsi
berdampak pada penurunan kualitas moral dan akhlak.
Baik individual maupun masyarakat
secara keseluruhan. Selain meningkatkan ketamakan dan kerakusan terhadap
penguasaan aset dan kekayaan korupsi juga akan menyebabkan hilangnya
sensitivitas dan kepedulian terhadap sesama.
Rasa saling percaya yang merupakan
salah satu modal sosial yang utama akan hilang. Akibatnya, muncul fenomena
distrust society, yaitu masyarakat yang kehilangan rasa percaya, baik antar
sesama individu, maupun terhadap institusi negara. Perasaan aman akan berganti
dengan perasaan tidak aman (insecurity feeling). Inilah yang dalam bahasa Al-Quran
dikatakan sebagai libaasul khauf (pakaian ketakutan).
Fakta bahwa negara
dengan tingkat korupsi yang tinggi memiliki
tingkat ketidakpercayaan dan kriminalitas yang tinggi pula.
Ada korelasi yang kuat di antara ketiganya.
f.
Ekonomi
Korupsi juga mempersulit pembangunan
ekonomi dan mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan. Korupsi juga
mempersulit pembangunan ekonomi dengan membuat distorsi dan ketidak efisienan
yang tinggi. Dalam sektor privat, korupsi meningkatkan ongkos niaga karena
kerugian dari pembayaran ilegal, ongkos manajemen dalam negosiasi dengan
pejabat korup, dan risiko pembatalan perjanjian atau karena penyelidikan.
Walaupun ada yang menyatakan bahwa korupsi mengurangi ongkos (niaga) dengan
mempermudah birokrasi, konsensus yang baru muncul berkesimpulan bahwa
ketersediaan sogokan menyebabkan pejabat untuk membuat aturan-aturan baru dan
hambatan baru. Dimana korupsi menyebabkan inflasi ongkos niaga, korupsi juga
mengacaukan “lapangan perniagaan”. Perusahaan yang memiliki koneksi dilindungi
dari persaingan dan sebagai hasilnya mempertahankan perusahaan-perusahaan yang
tidak efisien.
Korupsi menimbulkan distorsi
(kekacauan) di dalam sektor publik dengan mengalihkan investasi publik ke
proyek-proyek masyarakat yang mana sogokan dan upah tersedia lebih banyak.
Pejabat mungkin menambah kompleksitas proyek masyarakat untuk menyembunyikan
praktek korupsi, yang akhirnya menghasilkan lebih banyak kekacauan. Korupsi
juga mengurangi pemenuhan syarat-syarat keamanan bangunan, lingkungan hidup,
atau aturan-aturan lain. Korupsi juga mengurangi kualitas pelayanan
pemerintahan dan infrastruktur; dan menambahkan tekanan-tekanan terhadap
anggaran pemerintah.
Para pakar ekonomi memberikan
pendapat bahwa salah satu faktor keterbelakangan pembangunan ekonomi di Afrika
dan Asia, terutama di Afrika, adalah korupsi yang berbentuk penagihan sewa yang
menyebabkan perpindahan penanaman modal (capital investment) ke luar negeri,
bukannya diinvestasikan ke dalam negeri (maka adanya ejekan yang sering benar
bahwa ada diktator Afrika yang memiliki rekening bank di Swiss). Berbeda sekali
dengan diktator Asia, seperti Soeharto yang sering mengambil satu potongan dari
semuanya (meminta sogok), namun lebih memberikan kondisi untuk pembangunan,
melalui investasi infrastruktur, ketertiban hukum, dan lain-lain. Pakar dari
Universitas Massachussetts memperkirakan dari tahun 1970 sampai 1996, pelarian
modal dari 30 negara sub-Sahara berjumlah US $187 triliun, melebihi dari jumlah
utang luar negeri mereka sendiri. (Hasilnya, dalam artian pembangunan (atau
kurangnya pembangunan) telah dibuatkan modelnya dalam satu teori oleh ekonomis
Mancur Olson). Dalam kasus Afrika, salah satu faktornya adalah ketidak-stabilan
politik, dan juga kenyataan bahwa pemerintahan baru sering menyegel aset-aset
pemerintah lama yang sering didapat dari korupsi. Ini memberi dorongan bagi
para pejabat untuk menumpuk kekayaan mereka di luar negeri, di luar jangkauan
dari ekspropriasi di masa depan.
Sumber :
http://accounting-media.blogspot.com/2013/06/pengertian-fraud-kecurangan.html