Tanpa
disadari, dalam diri setiap manusia memiliki jiwa kewirausahaan. Kewirausahaan merupakan
proses mengidentifikasi, mengembangkan, dan membawa visi ke dalam kehidupan. Visi tersebut bisa
berupa ide inovatif, peluang, cara yang lebih baik dalam menjalankan sesuatu. Hasil akhir dari
proses tersebut adalah penciptaan usaha baru yang dibentuk pada kondisi risiko
atau ketidakpastian.
Namun,
tidak semua manusia dapat mengembangkan jiwa tersebut dengan baik. Tidak jarang
orang yang berpikir untuk berkerja di perusahaan yang telah ada. Dengan kata
lain, menjadi pegawai atau karyawan pada suatu perusahaan.
Dalam
beberapa tahun terakhir ini fenomena yang mengemuka adalah banyaknya lulusan
perguruan tinggi yang lebih memilih menjadi pegawai negeri/karyawan swasta
(employee) ketimbang membuka lapangan kerja. Sikap mandiri atau berusaha
menciptakan pekerjaan dengan tidak menggantungkan harapan untuk bekerja
kantoran, atau menjadi Pegawai/karyawan (employee), tampaknya belum akrab dalam
benak sebagian besar para calon sarjana. Asumsi yang dibangun adalah bahwa
ketika lulus kuliah, kemudian mendapat pekerjaan kantoran, atau menjadi
Pegawai/karyawan (employee), akan menjamin masa depan mereka kelak. Padahal
kesempatan kerja pada organisasi pemerintahan hanya dibuka setiap tahun, belum
lagi sekarang ini telah dihambat dengan adanya moratorium Pegawai Negeri Sipil
(Pemberhentian Sementara penerimaan PNS) makin menambah daftar penjang pencari
kerja di Indonesia. Bagi mereka yang berminat menjadi PNS dengan tujuan untuk
mengisi lowongan mereka yang telah pensiun, meninggal dunia atau keluar dari
pekerjaannya nampaknya harus mengurungkan niat mereka untuk beberapa saat.
Jumlah
lowongan yang tersedia sangat sedikit jika dibandingkan dengan jumlah yang
melamar. Hal ini mendorong adanya persaingan yang sangat ketat diantara para
peserta yang mengikuti testing. Semuanya berlomba menjadi yang terbaik agar
direkrut. Bagi mereka yang tidak lulus testing akan menambah deretan jumlah
angkatan kerja yang semakin bertambah dan bertambah. Pilihan yang diambil
tidaklah keliru, tetapi juga tidak sepenuhnya benar. Coba kita tanya kepada
para mahasiswa, para calon sarjana tentang rencana mereka setelah lulus kuliah
nanti. Akan muncul berbagai jawaban praktis-pragmatis yaitu “mencari kerja”.,
jika kita cermati lebih jauh hal ini menyiratkan sebuah ketidakpastian. Apakah
kita lantas membiarkan mereka terus berusaha mencari pekerjaan, karena, mencari
adalah sama dengan belum menemukan sesuatu. Proses mencari tentu memakan waktu
yang tidak menentu.
Fakta
menunjukkan pilihan yang diambil oleh sebagian besar lulusan kita saat ini lebih
banyak menciptakan pengangguran dibandingkan meningkatkan jumlah lapangan
kerja. Sebagai akibat dari belum pulihnya iklim investasi, terbatas peluang
kerja, dan bertambahnya angkatan kerja baru dari pendidikan diploma dan sarjana
sebesar 1,5 juta jiwa hingga 2 juta jiwa per tahunnya maka tidak mengherankan
jumlah pengangguran terus bertambah setiap tahunnya.
Sudah
saatnya, kita perlu merevitalisasi mindset (pola pikir) seorang lulusan
perguruan tinggi dari seorang pencari kerja menjadi seorang pencipta kerja,
semangat kewirausahaan harus ditanamkan dalam diri generasi bangsa kita sejak
dini. Sikap keragu-raguan, untuk berpindah dari kuadran “employee” ke kuadran
“pengusaha/pemilik usaha” harus dihilangkan. Kendati untuk memulai suatu usaha
membutuhkan setidaknya keberanian untuk mengexplorasi ide bisnis dan
menjadikannya bernilai. Pola pikir yang kita anut selama ini harus diperbaiki
secara tepat antara lain :
1)
Tidak mempunyai keyakinan, gantikan dengan sebuah keyakinan yang kokoh untuk
menjadi yang terbaik
2) Tidak mempunyai tujuan hidup yang jelas,
gantikan dengan menetapkan tujuan hidup yang jelas dan mantap
3) Tidak mempunyai strategi yang ampuh
mengatasi kesulitan hidup, gantikan dengan belajar dari orang lain dan
berpikirlah secara komprehensif untuk mengatasi setiap persoalan yang dihadapi
4)
Tidak mempunyai rencana yang realistik, gantikan dengan tetapkan rencana yang
masuk akal untuk dapat dicapai dalam kurun waktu tertentu dengan cara yang
elegan.
Wirausaha
dan Kewirausahaan Dalam pandangan penulis, wirausaha adalah seseorang yang
mengkombinasikan sumber daya, tenaga kerja, material dan aset-aset lain
sehingga nilainya menjadi lebih tinggi dari sebelumnya. Berwirausaha artinya
menciptakan sesuatu yang tidak ada menjadi ada dan bermakna bagi manusia
melalui tindakan kreatif dan inovatif. Wirausahawan cenderung menggunakan
energinya untuk melakukan dan membangun suatu kegiatan. Seorang wirausahawan
yang tahu bagaimana menemukan sesuatu, merangkai, dan mengendalikan
sumber-sumber (yang kadang-kadang dimiliki oleh orang lain) untuk mewujudkan
tujuannya.
Peter
F. Drucker, berpendapat bahwa Kewirausahaan merupakan kemampuan dalam
menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda. Pengertian ini mengandung maksud
bahwa seorang wirausahan adalah orang yang memiliki kemampuan untuk menciptakan
sesuatu yang baru, berbeda dari yang lain. Atau mampu menciptakan sesuatu yang
berbeda dengan yang sudah ada sebelumnya. Zimmerer dan Scarborough, berpendapat
kewirausahaan sebagai suatu proses penerapan kreativitas dan inovasi dalam
memecahkan persoalan dan menemukan peluang untuk memperbaiki kehidupan (usaha).
Salah satu kesimpulan yang bisa ditarik dari berbagai pengertian tersebut
adalah bahwa 1. Seorang wirausahawan selalu diharuskan menghadapi resiko atau
peluang yang muncul, serta sering dikaitkan dengan tindakan yang kreatif dan
innovatif. Wirausahawan adalah orang yang merubah nilai sumber daya, tenaga
kerja, bahan dan faktor produksi lainnya menjadi lebih besar daripada
sebelumnya dan juga orang yang melakukan perubahan, inovasi dan cara-cara baru.
Selain itu, seorang wirausahawan menjalankan peranan manajerial dalam
kegiatannya, tetapi manajemen rutin pada operasi yang sedang berjalan tidak
digolongkan sebagai kewirausahaan. Seorang individu mungkin menunjukkan fungsi.
2. Kewirausahaan dipandang sebagai fungsi yang mencakup eksploitasi
peluangpeluang yang muncul di pasar. Eksploitasi tersebut sebagian besar
berhubungan dengan pengarahan dan atau kombinasi input yang produktif.
kewirausahaan ketika membentuk sebuah organisasi, tetapi selanjutnya
menjalankan fungsi manajerial tanpa menjalankan fungsi kewirausahaannya. Jadi
kewirausahaan bias bersifat sementara atau kondisional.
Kewirausahaan
adalah proses penciptaan sesuatu yang berbeda nilainya dengan menggunakan usaha
dan waktu yang diperlukan, memikul resiko finansial, psikologi dan sosial yang
menyertainya, serta menerima balas jasa moneter dan kepuasan pribadi. Lulusan Perguruan
Tinggi dan Pilihan menjadi Wirausahawan Keengganan lulusan perguruan tinggi
memilih menjadi wirausahawan salah satunya karena terjebak dalam mitos yang
terbentuk dan berkembang dalam masyarakat kita bahwa diperlukan modal yang
besar untuk memulai suatu usaha, padahal tidak demikian adanya. Memang benar
bahwa semua usaha membutuhkan modal untuk bisa berjalan; juga benar bahwa
banyak bisnis jatuh karena tidak didukung keuangan yang memadai. Namun
ketidakmampuan manajemen, lemahnya pemahaman terhadap persoalan keuangan;
investasi yang buruk dan perencanaan yang jelek adalah sejumlah variabel yang
menentukan jatuh bangunnya sebuah usaha.Banyak wirausahawan sukses berhasil
mengatasi persoalan kekurangan uang dalam menjalankan usahanya dengan cara yang
elegan. Bahkan ada wirausahawan yang sanggup memulai usaha dengan kemungkinan
berhasil 98% (Tung Desem Waringin, 2005).
Strategi
Perubahan Mindset dari Job Seeker menjadi Job creator, antara lain :
1.
Keluarga Membangun Kultur berwirausaha Kultur (budaya) berwirausaha suatu
keluarga atau suku atau golongan bahkan bangsa sangat berpengaruh terhadap
kemunculan wirausaha-wirausaha baru yang tangguh. Kultur berwirausaha tidak
dapat ditanamkan dalam sekejap. Memerlukan waktu cukup banyak untuk membangun
kultur kewirausahaan Setiap keluarga harus menanamkan jiwa wirausaha sejak dini
dalam diri anak-anak mereka. Kultur beberapa suku di Indonesia memang
mengagungkan profesi wirausaha sehingga banyak wirausaha tangguh yang berasal
dari suku tersebut. Namun secara umum kultur masyarakat Indonesia masih
mengagungkan profesi yang relatif “tanpa resiko” misalnya menjadi pegawai
negeri, bekerja di perusahaan besar. Pilihan lebih banyak berada para kuadran
kanan (Employee. Lihat. Robert Kiyosaki)
2.
Penciptaan Iklim Usaha Era krisis moneter yang melanda Indonesia awal tahun
1997 menyebabkan banyak industri besar tumbang, usaha skala kecil sulit tumbuh.
Hal ini membuat pemerintah Indonesia kebingungan mengatasinya dikarenakan
berkaitan dengan timpangnya struktur usaha (industri) yang terlalu memihak pada
industri besar. Peran pemerintah ini juga bukan pada pemberian modal, tetapi
lebih pada membina kemampuan industri kecil dan membuat suatu kondisi yang
mendorong kemampuan industri kecil dalam mengakses modal, (Pardede, 2000). Atau
dengan kata lain, pemerintah harus membina kemampuan industri kecil dalam
menghitung modal optimum yang diperlukan, kemampuan menyusun suatu proposal
pendanaan ke lembaga-lembaga pemberi modal, serta mengeluarkan kebijakan atau
peraturan yang lebih memihak industri kecil dalam pemberian kredit.
3.
Pembenahan Dunia Pendidikan Pola pikir para sarjana yang umumnya masih
berorientasi untuk menjadi karyawan harus diubah. Oleh Karena itu peran lembaga
pendidikan sebagai pusat inkubasi pembentukan manusia Indonesia seutuhnya,
perlu di tata kembali. Struktur kurikulum kita yang cenderung menghasil lulusan
yang ‘siap pakai’ bukan lulusan yang ‘siap menghasilkan’.
4.
Optimalisasi Balai Pelatihan Kewirusahaan Mengoptimalkan balai latihan kerja
(BLK). Dengan pengoptimalan BLK maka, kekurangan daya serap perguruan tinggi
bisa diantisipasi. Disebutkannya, saat ini BLK belum begitu termanfaatkan untuk
mengatasi pengangguran. Begitu pula dengan BLK-BLK, banyak yang belum
berkembang dengan baik terutama dalam penyerapan para lulusan untuk masuk ke
dunia kerja. "Saat ini, yang saya lihat belum ada perhatian pemerintah
untuk pembenahan kearah itu,
5. Peningkatan akses modal Pemerintah melalui
lembaga perbankan dan keuangan diminta membuka akses modal bagi calon
wirausaha, karena selama ini mereka masih kesulitan mendapatkannya untuk
meningkatkan taraf hidup. 6. Pendampingan calon wirausaha Satu hal yang tidak
kalah pentingnya adalah pendampingan yang dilakukan oleh lembaga swadaya
masyarakat, perbankan, konsultan, dan stakeholder lainnya sehingga memberikan
kemudahan serta pencerahan bagi para calon wirausaha. Seringkali lemahnya
pendampingan mengakibatkan modal usaha yang telah dibagikan kepada calon
wirausaha, tidak terpakai dengan baik. Para calon wirausaha lebih sering
melakukan konsumsi terhadap modal yang diberikan. Akibatnya, modal mereka
terpakai habis sedangkan usaha belum dapat berjalan dengan baik. Kesimpulan
Membangun semangat kewirausahaan yang tangguh ditengah tengah masyarakat kita
yang masih mengantungkan harapan yang tinggi pada pilihan menjadi karyawan
seringkali mengalami benturan. Jika kita menginginkan system perekonomian yang
kuat maka mau tidak mau kita harus berubah, dengan mengambil pilihan sebagai
seorang wirausaha. Wirausaha menyumbang begitu banyak pemasukan bagi bangsa
kita, disamping mengurangi pengangguran. Selamat berwirausaha.
Sumber
:
http://id.wikipedia.org/wiki/Kewirausahaan
http://en.wikipedia.org/wiki/User:Ricky_Foeh/sandbox
Tidak ada komentar:
Posting Komentar