Senin, 18 Juni 2012

Kebijakan Ekonomi RI Hattanomics dan Boedionomics



Kebijakan ekonomi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) saat ini dinilai menerapkan politik Hattanomics dan Boedionomics. Kebijakan ini dilakukan agar Indonesia tetap dipercaya oleh dunia internasional, namun tetap meredam gejolak dalam engeri.

“Di satu disi SBY menjalankan politik ekonomi neolib (neoliberalisme) dengan Boediono sebagai Panglimanya. Tapi di sisi lain SBY juga melakukan politik nasionalisme proteksi dengan menampilkan Hatta Rajasa sebagai Panglimanya,” ungkap Syahganda, di Jakarta, Senin (18/6/2012) malam.

Kata dia, kebijakan ekonomi SBY ini, terlihat beberapa hari lalu saat menerima kunjungan Direktur Greenpeace yang meyakinkan pihak internasional bahwa SBY menuruti kemauan mereka. Tapi pada saat yang bersamaan, Ibu Negara, Ani Yudhoyono menerima Sinar Mas sebagai gerakan nasionalis proteksionisme.

“Jadi, supaya SBY dianggap merespon tuntutan-tuntutan luar sebagai langkah dinamis. Tapi di sisi lain mendorong gerakan Hatta Rajasa sebagai ekonomi nasionalisme,” tandasnya.

Menurutnya, kebijakan politik SBY di satu sisi memperlihatkan kepada dunia internasional agar percaya pada free market dengan wajah Boediono. Tapi untuk menghadapi gerakan dalam negeri yang menuntut nasionalisme, dia tampilkan Hatta Rajasa.

Selain itu, mantan Aktivis ITB yang pernah dipenjara Orde Baru ini, mempertanyakan kepentingan pergi SBY ke Meksiko yang akan dilanjutkan ke Brasil dan Equador.

“Di Meksiko SBY akan bicara pertumbuhan ekonomi ekslusif di Indonesia seakan-akan masyarakat ikut makan kue pertumbuhan. Padahal, upah buruh di dalam negeri tidak berkembang, terutama di sektor industri dan perhotelan. Jadi, pertumbuhan ekslusif itu tidak terjadi,” kata dia.

Shayganda juga mengeritik kebijakan SBY yang mendukung mobil listrik ala, Menteri ESDM Dahlan Iskan, yang beberapa hari lalu dipamerkan. “Saat ini orang-orang sudah banyak membicarakan mobil hybrid, tapi SBY kok bicara mobil listrik. Di China saja mobil listrik tidak laku karena susah ngecash-nya.  Bagaimana orang mau beli mobil listrik, wong listrik saja sering padam,” paparnya.

Syahganda mengatakan mobil listrik dijadikan sebagai pengalihan isu SBY. Pasalnya, dia tidak berani untuk melawan pengusaha Jepang saja. “Lebih baik ambil saja pangsa pasar mobil Jepang. Dulu Presiden Soeharto melawan usaha Jepang dengan mobil Timor dan Maleo,” tuturnya.

Dalam penerapan kebijakan memperbarui sumber bahan bakar minyak, lanjut Syahganda, SBY pun tidak konsisten. Hal ini dibuktikan pada 2006 lalu, SBY sibuk bikin by full tapi timnya tidak berjalan, selanjutnya membuat minyak jarak, yang juga tidak berjalan.

“Berbeda dengan Iran, di setiap rumah orang pakai selang-selang gas semua sehingga tidak cari-cari gas lagi seperti di Indonesia. Cadangan nuklir di Iran juga masih besar sekali,” tambahnya.

http://economy.okezone.com/read/2012/06/19/20/649633/kebijakan-ekonomi-ri-hattanomics-dan-boedionomics

Tidak ada komentar:

Posting Komentar